Selasa, 30 Desember 2014

ProFil Abuya KH Abdurrahman Nawi

BIOGRAFI KH. ABDURRAHMAN NAWI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah “Kepemimpinan Dakwah

Dosen pembimbing :
Prof. Dr. Murodi MA
Description: Description: http://ts2.mm.bing.net/th?id=H.4539807027954841&pid=15.1&H=160&W=160

Disusun Oleh :
Siti Khoeriyah             1112053100033



JURUSAN MANAJEMEN HAJI DAN UMROH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah karena izin-Nya jualah sehingga penulis dapat mewujudkan semua ini. Melalui usaha keras di tengah hambatan dan keterbatasan, penulis mencoba melakukan yang terbaik untuk menyusun makalah ini dengan judul "BIOGRAFI KH ABDURRAHMAN NAWI".
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis, baik dalam hal pengetahuan dan pengalaman.
Karena itu, sebagai penulis saya mengharapkan dengan sangat dan dengan tangan terbuka segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini selanjutnya. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan  manfaat kepada orang-orang yang membacanya, terutama kepada penulis sendiri.
Penulis juga mengucapkan terima kasih atas segala bantuan, petunjuk, saran dorongan dan izin yang telah diberikan dari berbagai pihak semoga bernilai ibadah dan mendapatkan imbalan yang berlipat ganda. SemogaAllah SWT memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin Ya Robbal Alamin. 

Depok, 08 Mei 2014

Penulis




BAB IPENDAHULUAN

A.           LATAR BELAKANG

Pada jaman Belanda dan Jepang, sebenarnya banyak ulama Betawi yang kiprah keulamaannya cukup menonjol pada masa itu, namun sayang sekali tidak banyak yang berhasil didokumentasikan. Beberapa yang berhasil diketahui kiprah dan perjuangannya diantaranya yaitu K.H. Abdullah Sjafi'i, KH Abdurrahman Nawi, dan Guru Mansyur. Namun dalam makalah ini penulis hanya menceritakan sekilas mengenai biografi dari KH. Abdurrahman Nawi saja. Karena kebetulan beliau juga merupakan salah seorang tokoh ulama betawi yang berperan besar di wilayah kota Depok.

B.            RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dari tulisan makalah ini, yaitu:
1.      Bagaimana biografi KH. Abdurrahman Nawi dari mulai kelahirannya hingga rihlah ilmiahnya?
2.      Bagaimana aktivitas, gerakan dan karya KH. Abdurrahman Nawi?
3.      Bagaimana paham keagamaan dari KH. Abdurrahman Nawi?
4.      Bagaimana pandangan beliau terhadap masalah sosial?

C.           TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
a.    Agar mahasiswa dapat mengetahui biografi KH Abdurrahman Nawi .
b.    Agar mahasiswa dapat mengetahui aktivitas, gerakan serta karya KH Abdurrahman Nawi.
c.    Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana paham keagamaan dari KH Abdurrahman Nawi.
d.   Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana pandangan KH Abdurrahaman Nawi terhadap masalah sosial.




BAB II

PEMBAHASAN

A.           BIOGRAFI

1.    Tempat dan Kelahiran

Tebet Melayu Besar pada hari Jum’at bulan Safar tahun 1354 Hijriah (1933 M) lahir seorang bayi laki-laki dari pasangan H. Nawi bin Su’id dan ‘Ainin binti Rudin, yang diberi nama Abdurrahman.
Sebagaimana lazimnya masyarakat Betawi yang secara turun temurun fanatik memeluk Islam dan kuat menjalankan syari’atnya, Abdurrahman tumbuh dalam lingkungan kampung Tebet yang juga sarat dengan nilai-nilai dan budaya keagamaan. Ada mushola yang menjadi tempat berkumpul anak-anak untuk menjalankan shalat lima waktu dan kegiatan mengaji.
H. Nawi maupun isterinya ‘Ainin bukan seorang tokoh agama bagi masyarakatnya. Mereka hanyalah seorang yang taat beragama dan senang kepada ulama. Sehari-hari mereka sebagai pedagang nasi ulam di warung Fedok. Pada waktu-waktu tertentu H. Nawi selalu menyempatkan diri untuk mengikuti pengajian yang diadakan para ulama dan habib di Kampung Melayu atau di Kwitang. H. Nawi yang pedagang itu mendidik puteranya Abdurrahman untuk rajin shalat dan mengaji sebagaimana saudara-saudaranya yang lain.

2.    Sejarah Pendidikan dan Rihlah Ilmiah

Mula-mula Abdurrahman belajar mengaji dengan guru yang ada di Tebet, yaitu Mu’alim Ghazali dan Mu’alim Syarbini. Disini ia belajar membaca al-Qur’an serta dasar-dasar akidah dan praktek ibadah. Ketekunan Abdurrahman untuk mengaji nampak lebih giat dibanding saudara-saudara dan anak-anak yang lain. Maka H. Nawi terus mendorongnya untuk belajar dan mengaji dan mengingatkannya untuk tidak main-main. Gurunya yang lain, KH. Muh. Zain bin Sa’id, pernah suatu saat memberinya wejangan, bahwa manusia itu akan dipandang karena tiga hal, yaitu jagoan, kekayaan dan ilmu. Ketika ia ditanya: “kamu mau jadi apa?”, maka jawabnya spontan “mau menjadi orang berilmu”. Lantas sarannya, untuk itu tidak ada jalan lain kecuali kamu harus rajin belajar.
Kemudian jadilah Abdurrahman sebagai remaja yang pekerjaannya setiap saat hanya mengaji dan belajar. Dari pergaulannya sesama teman yang suka mengaji dan petunjuk guru dan orang tua, beliau tak kehabisan guru-guru di sekitar Tebet yang di rumahnya membuka pengajian mengajarkan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab.
Di Bukit Duri beliau belajar mengaji kepada KH. Muhammad Yunus, KH. Basri Hamdani, KH. M. Ramli dan Habib Abdurrahman Assegaf. Beliau juga mengaji kepada KH. Muh Zain (Kebon Kelapa, Tebet), KH. M. Arsyad bin Musthofa (Gg. Pedati, Jatinegara), KH. Mahmud (Pancoran), KH. Musannif (Menteng Atas), KH. Ahmad Djunaedi (Pedurenan), KH. Abdullah Husein (Kebon Baru, Tebet), KH. Abdullah Syafi’i (Matraman) serta Habib Husein al-Haddad (Kampung Melayu). Agak jauh lagi beliau juga mengaji kepada KH. Hasbiyallah (Klender), KH. Mu’alim (Cipete), KH. Khalid (Pulo Gadung), Habib Ali Jamalullail dan Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Kwitang), Habib Abdullah bin Salim al-Attas (Kebon Nanas), Habib Muhammad bin Ahmad al-Hadad (Kramat Jati), Hbib Ali bin Husein a;-Attas (Kemayoran), dan Ustad Abdullah Arifin (Pekojan).
Meski Abdurrahman tidak pernah belajar di sekolah maupun pesantren, namun cara belajar beliau tidak kalah dengan cara belajar santri di pesantren. Dalam sehari beliau bisa mengikuti pelajaran di tiga tempat, yang masing-masing dua atau tiga mata pelajaran. Sistem belajar yang beliau ikuti biasanya memakai kitab. Guru membaca ‘ibarah dalam kitab dan menerjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, kemudian menerangkan maksud dari ‘ibarah tersebut dengan penjelasan yang sangat luas dan mendalam.
Semangat Abdurrahman memahami dan menguasai pelajaran memang sangat tinggi. Setelah mendengarkan penjelasan-penjelasan gurunya, beliau mencatat dengan baik apa yang perlu. Setelah pengajian usai, beliau pun tidak segan-segan untuk bertanya dan berdiskusi dengan teman-temannya untuk mengulang dan mendalami pelajaran yang sudah lewat. Beliau tidak pernah mau ketinggalan dari teman-temannya dalam menguasai pelajaran. Jika suatu saat beliau merasa ketinggalan, maka beliau pun berjanji “awas, tunggu besok, ane pasti kalahkan dia”. Dan malamnya dia pun tak mau tidur sebelum benar-benar menguasai pelajaran tersebut.
Dengan sistem belajar tidak formal selama kurang lebih 25 tahun itu, memang beliau tidak memperoleh ijazah atau syahadah. Tetapi hasil dari belajarnya tidak dipungkiri telah mencapai tingkat pengajaran yang tinggi dalam sistem belajar formal. Karenanya, beliau pun akhirnya diakui telah menguasai ilmu-ilmu Bahasa Arab dan Syari’ah yang mumpuni.

B.            AKTIVITAS, GERAKAN DAN KARYA

Sebagaimana tradisi masyarakat Betawi, KH. Abdurrahman Nawi yang oleh para murid dan keluarganya dipanggil dengan Abuya ini, pada tahun 1962 membuka pengajian di rumahnya, Tebet Barat VIII. Pengajian yang diberi nama As-Salafi itu mengajarkan kitab-kitab tertentu sesuai dengan kemampuan dan minat para pesertanya. Untuk bapak-bapak dan ibu-ibu dibacakan kitab Taqrib, Tijan Durar, Nashaih Diniyah. Sedangkan untuk pemuda dan para ustad dibacakan Qawa’idul Lughah, Ibnu ‘Aqil, Fathul Mu’in, Bughyah Mustarsyidin, Asybah wan-Nazhair, dan Qami’ut Thughyan. Pesertanya datang dari beberapa kampung di Jakarta dan sekitarnya.
Dalam mengajar Buya memang cukup cermat dan sabar. Dalam setiap pengajian ia hanya mengajar dengan kitab, agar pengajian terarah. Berdasarkan pengalamannya belajar kepada beberapa guru dan merujuk berbagai macam kitab, Buya berusaha menyampaikan ilmu secara sederhana agar mudah ditangkap oleh muridnya. Prinsip Buya dalam mengajar, biar sedikit asal betul-betul paham dari pada banyak tetapi tidak ada yang paham.
Dari sini banyak masyarakat yang senang belajar kepada Buya. Orang yang pernah mengikuti pelajarannya pun tertarik untuk selalu mengikutinya. Kemudian buya mendirikan sebuah pesantren yang bernama Al-Awwabin, selain itu juga mempunyai pengajian rutin di beberapa masjid dan majelis ta’lim, serta mengajar tetap Kitab Fathul Mu’in pada Radio Asy-Syafi’iyyah sejak tahun 1982. Pengajian tetap yang sampai sekarang masih berjalan antara lain:
a.       MT. Al-Awwabin (Tebet Barat)
b.      MT. Al-Ikhwan (Jl. Tawes, Tebet Barat)
c.       MT. Al-Istiqamah (Pondok Kopi, Jakarta Timur)
d.      MT. Nurul Iman, Lampiri (Pondok Kelapa, Jakarta Timur)
e.       MT. Al-Barokah (Pinang Ranti)
Dan masih banyak lagi majelis yang dipimpin oleh Buya KH. Abdurrahman Nawi ini. Selain mengajar dan berdakwah secara langsung, beliau juga menulis kitab dalam bahasa Melayu dengan tulisan Arab, diantaranya:
a.       Al-Amtsilah at-Tashrifiyyah, tentang sharaf
b.      Ilmu Nahwu Melayu, tentang ilmu nahwu
c.       Sullam al-‘Ibad, tentang akidah (tauhid)
d.      Tujuh Kaifiyat, tuntunan shalat-shalat sunah, dll
Adapun motivasi beliau menulis kitab-kitab tersebut adalah untuk membantu umat Islam secara luas agar mengetahui bagaimana ilmu dan cara menjalankan ibadah-ibadah dengan benar. Karena buya merasa bahwa tidak semua orang itu dapat membaca dan mempelajari kitab-kitab fiqh berbahasa Arab, oleh sebab itu maka beliau mempunyai inisiatif untuk menulis kitab bahasa Melayu yang disusun dengan cara yang mudah, lengkap dan praktis agar setiap orang mudah paham dan bisa mengamalkannya.

C.           PAHAM KEAGAMAAN

Buya KH. Abdurrahaman Nawi adalah seorang ulama yang secara jelas mengikuti paham keagamaan yang dianut mayoritas umat Islam Indonesia, yaitu dalam bidang fiqh mengikuti madzhab Syafi’i, dalam akidah mengikuti Abul Hasan al-Asy’ary, dan dalam tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali. Baginya, paham yang sering disebut sebagai Ahlussunah wal Jama’ah itulah yang telah diajarkan oleh para ulama pendahulu dan diajarkan melalui kitab-kitab yang mu’tabar, tidak diragukan.
Buya menegaskan bahwa kita tidak perlu mencari-cari model sendiri, tinggal ikut dan mengamalkan. Apalagi bagi orang awam, mereka tidak mungkin mencari sendiri paham-paham yang harus diyakini. Mereka yang tidak tahu bahasa Arab dan tidak mampu membaca kitab-kitab itu perlunya adalah mengikuti dan mempraktekan ajaran-ajaran agama yang sudah jadi. Semua yang telah dijalankan dalam masyarakat adalah hasil didikan para ulama yang tinggal dijaga dan dilestarikan, tak perlu dirubah-rubah lagi. Kalau ada hal-hal baru, tugas para ulamanya untuk mencari dan merumuskan hukumnya dengan merujuk pada kitab-kitab yang sudah ada, demikian pendapat beliau.

D.           PANDANGAN TERHADAP MASALAH SOSIAL

Agama merupakan pedoman hidup yang akan mengantarkan manusia menjadi sejahtera di dunia dan akhirat. Dan peran keagamaan itu hanya dapat dilakukan oleh para ulama, sehingga dalam suatu masyarakat haruslah ada ulama. Kalau tidak ada ulama, manusia akan sama dengan binatang, tidak mempuyai aturan dan moral (Law la al’ulama lashara an-nas kalbaha’im), demikian Buya menegaskan.
Menurut Buya, dalam kehidupan tindakan kejahatan entah itu pencurian, pemerkosaan, zina, perjudian, korupsi, serta perbuatan munkarat dan maksiat yang lain tetap akan ada. Tidak dapat diberantas. Karena itu Allah menetapkan hukum dan akan memberikan sanksi siksaan. Dalam hal ini Buya mengutip kata-kata Habib Umar al-Attas: “Semua (hukum dan ketentuan) yang ada dalam al-Qur’an akan ada pelakunya sampai hari kiamat (kullu ma fil Qur’an ahlun ila yaum al-qiyamah).
Krisis sekarang belumlah dikatakan adzab Allah. Karena kalau azab Allah sudah turun, pasti kita akan semua dan bumi ini akan binasa. Dan Allah tidak akan menurunkan azabnya selama kita masih ada yang beriman dan mohon ampun.



BAB IIIPENUTUP

A.           KESIMPULAN

Abuya KH. Abdurrahman Nawi adalah seorang tokoh ulama betawi yang merupakan pendiri pondok pesantren di tiga tempat yaitu Sawangan, Depok, dan Tebet yang kesemua nya itu bernama Al-Awwabin. Sekalipun usianya sudah mulai dibilang senja, memasuki umur 70 tahun ini, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Awwabin ini masih mengasuh sekitar 31 majelis taklim yang ada di Jakarta ini.
Dan uniknya, dalam setiap acara yang dihadirinya KH Abdurrahman Nawi sering duduk bersama dengan Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf dan Habib Husein bin Ali bin Husein Alattas. Karena sering bertemu dalam sebuah acara, ketiga ulama Betawi ini oleh H. Hamzah Haz (Ketua DPP PPP dan saat itu sedang menjabat sebagai Wakil Presiden RI) pernah menjuluki mereka ulama “Tiga Serangkai”.
Lepas mendapat julukan Ulama “Tiga Serangkai” Betawi dari orang nomor 2 RI itulah, akhirnya kemana-mana mereka selalu bertiga, utamanya dalam acara-acara keagamaan yang banyak digelar oleh kalangan habaib, pemerintah ataupun masyarakat yang ada di Jakarta ini.


1 komentar: